Wednesday, December 16, 2015

Tips Mengajar Membaca Di Kelas I Sd





Dalam pembelajaran bahasa Indonesaia di SD (SD), kita mengenal ada pembelajaran untuk kelas tinggi dan pembelajaran untuk kelas rendah. Yang dimaksud dengan pembelajaran kelas tinggi yaitu pembelajaran untuk kelas IV, V, dan VI. Sedangkan pembelajaran kelas rendah mencakup pembelajaran untuk kelas I, II, III. Tentu saja pembelajaran untuk kelas tinggi tidak sama dengan pembelajaran untuk kelas rendah.

Pembelajaran membaca untuk kelas rendah pun harus mendapat perhatian yang serius. Khususnya untuk kelas I, guru harus berhati-hati dan cermat dalam menyusun perencanaan sekaligus pelaksanaannya. Hal ini penting lantaran kelas I merupakan fondasi bagi kelas-kelas berikutnya. Kelas I SD merupakan pintu gerbang bagi siswa memasuki dunia pendidikan formal. Sekali guru salah bertindak yang berdampak pada kegagalan siswa, akan sangat kuat bagi kemajuan siswa selanjutnya. Itu sebabnya guru harus benar-benar berhati-hati.

Membaca merupakan keterampilan mengenal dan memahami goresan pena dalam bentuk urutan lambang-lambang grafis dan perubahannya menjadi wicara bermakna dalam bentuk pemahaman rahasia atau pengujaran keras-keras (Kridalaksana, 1993:135). Pengenalan dan pemahaman goresan pena dalam bentuk urutan lambang-lambang grafis dan perubahannya menjadi wicara bermakna ini sulit bagi siswa kelas I SD.

Ada banyak metode yang sanggup dipakai guru untuk mengajar membaca di kelas I SD. Beberapa metode pembelajaran membaca yang terkenal, yaitu:

1. Metode Abjad. Mula-mula guru memperkenalkan huruf (abjad) kepada siswa: a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z. Selain yang dipasang di papan tulis, masing-masing huruf tadi juga perlu ditulis dalam sebuah kartu (satu huruf satu kartu).

Guru menawarkan pola cara membaca huruf-huruf di atas, dan siswa menirukan. Mula-mula bersifat klasikal (seluruh kelas), lalu dipecah-pecah lagi menjadi separoh kelas, seperempat kelas, per dua bangku, kesannya perorangan, kembali dua bangku, seperempat kelas, separoh kelas, dan kembali ke seluruh kelas.

Apabila pengenalan huruf tadi sudah lancar, maka guru mulai sanggup menugaskan beberapa siswa untuk mengambil huruf-huruf tertentu dari kartu-kartu huruf yang tersedia. Biarkan siswa mengenal huruf-huruf itu tanpa makna lantaran tujuannya yaitu mengenal dan memahami huruf (abjad). Lakukan acara ini berulang-ulang sehingga siswa benar-benar mengenal dan memahami huruf-huruf itu.

Selanjutnya, acara sanggup ditingkatkan dengan membentuk kata. Pilih beberapa konsonan dan vokal, yang apabila digabungkan sanggup menjadi kata yang bermakna. Misalnya: m a m a. Tempel atau tulis huruf m-a-m-a di papan tulis. Tunjukkan kepada siswa bahwa kata itu dibaca mama.

Kemudian tanyakan kepada siswa kata mama itu terdiri dari huruf apa saja, dan arahkan semoga siswa sanggup menyimpulkan sendiri bahwa apabila huruf m digabung dengan huruf a dibaca ma. Berikan pola yang lain, misalnya: papa, nana, tata, dan lain-lain.

Begitu seterusnya, guru mulai menggabung-gabungkan konsonan dengan vokal, sehingga seluruh vokal (a, e, i, o, u) sanggup digunakan. Namun untuk konsonan tidak perlu diberikan semua. Huruf x dan z lebih baik diberikan belakangan.

Setelah siswa sanggup membaca campuran dua huruf konsonan-vokal, susunan sanggup diganti menjadi vokal-konsonan. Misalnya: am, an, as, dan lain-lain. Setelah ini gres sanggup dilanjutkan dengan tiga huruf (konsonan-vokal-konsonan). Misalnya: man, dan, bas, dan lain-lain.

2. Metode Kupas-Rangkai Suku Kata. Berbeda dari metode huruf di atas, metode kupas-rangkai suku kata ini dimulai dengan pengenalan kata terlebih dahulu. Misalnya: mama. Kita perlu juga menjelaskan arti kata mama itu kepada siswa semoga mereka mendapat makna dari apa yang dipelajari.

Kata mama lalu dipisahkan menjadi dua suku kata yaitu ma danma (ma-ma). Masing-masing suku kata dikupas lagi menjadi huruf-huruf, sehingga siswa mengenal bahwa kata mama itu terdiri dari huruf m-a-m-a.

Mengingat empat huruf (yang sebenarnya hanya dua huruf) ini tentunya lebih gampang bagi siswa daripada pribadi mengingat empat huruf contohnya madu (m-a-d-u). Jadi, mulai dari yang gampang dan erat dengan kehidupan siswa, maka siswa akan lebih berhasil. Kegiatan selanjutnya yaitu mengenalkan kata-kata yang lain, sehingga pada kesannya siswa sanggup membaca sebuah kalimat, misalnya: ini mama saya; itu bola budi, dan lain-lain.

Contoh kata-kata yang gampang sebagai pendahuluan:
papa pa-pa p-a-p-a pa-pa papa
nana na-na n-a-n-a na-na nana
mata ma-ta m-a-t-a ma-ta mata

3. Metode Global. Menurut Teori Gestalt, suatu kesatuan lebih bermakna daripada bagian-bagian. Metode global dimulai dengan mengenalkan kalimat utuh kepada siswa. Contohnya: ibu makan nasi, disertai gambar, anak membaca goresan pena tersebut, gres guru menjelaskan huruf-huruf yang dirangkai membentuk suku kata, kata, dan kalimat.

Kalimat-kalimat dipilihkan yang sederhana dan pendek-pendek dahulu, semoga siswa tidak mengalami kesulitan.

4. Metode SAS — Struktural Analisa Sintesa. Metode SAS dilaksanakan dengan memakai kartu kalimat dan papan flanel. Mula-mula guru memperlihatkan gambar kepada siswa (jika benda orisinil sanggup dihadirkan tentunya lebih baik jikalau benda orisinil ditunjukkan terlebih dahulu).

Misalnya guru memperlihatkan bola kepada siswa, lalu berkata, ”Anak-anak, ini bola.” Suruh siswa mengulangi kata-kata guru. ”ini apa?” Siswa menjawab, ”ini bola.” Apabila siswa hanya menjawab bola saja, maka guru perlu membetulkan ucapan siswa, ”ini bola.” Guru menyuruh siswa menirukan kata-kata guru.

Kegiatan selanjutnya, guru menempelkan gambar bola di papan tulis. Di bawah gambar bola itu ditempelkan goresan pena ini bola. Guru memperlihatkan pola membaca goresan pena ini bola, dan siswa disuruh menirukan. Pastikan bahwa siswa seluruh kelas memperhatikan goresan pena dikala mengucapkan kalimat ini bola. Gambar diambil, goresan pena ini bola tetap tertempel di papan tulis. Guru menyuruh siswa membaca kembali goresan pena ini bola tadi.

Kegiatan selanjutnya yaitu menganalisis kalimat ini bola, menjadi kata, kata menjadi suku kata, suku kata menjadi huruf. Setelah itu, huruf-huruf dikembalikan menjadi suku kata, suku kata menjadi kata, dan kata-kata menjadi kalimat (sintesa).

Berikut yaitu contohnya: membaca kalimat, gambar tidak diperlihatkan.

ini bola
ini bola
i ni bo la
i n i b o l a
i ni bo la
ini bola
ini bola

Komentar: Metode-metode di atas hanyalah contoh. Guru sanggup memakai metode-metode lain sesuai dengan kondisi di lapangan. Namun yang harus diingat, metode apa pun yang digunakan, siswa harus tetap enjoy dalam belajar.

Selain itu guru harus mempertimbangkan untuk memenuhi kebutuhan indera berguru siswa. Artinya, pembelajaran yang dilaksanakan guru bersama siswa harus sanggup memenuhi kebutuhan siswa yang secara umum dikuasai baik di Visual, Auditorial, maupun Kinestetik.
 

Next

Related


EmoticonEmoticon