Wednesday, March 21, 2012

Mengatasi Duduk Perkara Kemiskinan Membutuhkan Derma Banyak Pihak

Mengatasi Masalah Kemiskinan Membutuhkan Dukungan Dari Banyak Pihak Mengatasi Masalah Kemiskinan Membutuhkan Dukungan Banyak Pihak
Pemberdayaan : Cara Untuk Mengatasi Masalah Kemiskinan Membutuhkan Dukungan Dari Banyak Pihak, bukan hanya dalam skala lokal, namun juga dalam skala yang lebih luas.
Masalah kemiskinan di Indonesia memang bukan dongeng baru, karena paradigma kemiskinan merupakan penggalan dari sejarah yang melatarbelakangi berdirinya negara ini. Sejak jaman kerajaan-kerajaan  lampau, kemiskinan merupakan wujud pengkelasan masyarakat mengenai latar belakang kekuasaan, kekayaan, kemakmuran serta korelasi kekerabatan. Hingga kini, hal tersebut tetap ada dan menjadi keprihatinan tersendiri.

Di Kelurahan Sukarami Kecamatan Selebar Kota Bengkulu, keluarga Mulyadi, 38 tahun yaitu fakta konkret bahwa kemiskinan di Indonesia merupakan problem yang sangat krusial yang membutuhkan perlakuan tertentu dan juga partisipasi dari banyak pihak, bukan hanya tergantung dari satu pihak saja, dalam hal ini yaitu pemerintah. Pemerintah, melalui jadwal PNPM-Mandiri Perkotaan (sebelumnya P2KP atau Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan) memang melaksanakan intervensi di bidang lingkungan, ekonomi dan sosial (lebih dikenal dengan istilah Tridaya). 

Namun dengan anggaran yang disediakan melalui APBN dan didampingi dana tempat (APBD/DDUB), belumlah mencukupi untuk benar-benar mengangkat masyarakat yang belum berdaya keluar dari situasi mereka ketika ini, apalagi anggaran tersebut didistribusikan ke seluruh wilayah di Indonesia. Belum lagi bentuk perhatian pemerintah dan lembaga-lembaga lain menyerupai BUMN lebih kepada peningkatan pendapatan dan perekonomian keluarga melalui pertolongan mikro atau peminjaman modal usaha kecil, UKM dan wirausaha kepada keluarga-keluarga yang mempunyai perjuangan dagangan dan sejenisnya. Padahal dalam mekanismenya, bantuan modal ini diperuntukkan kepada masyarakat yang sudah mempunyai syarat-syarat untuk mendapat pertolongan permodalan tadi dalam rangka membuat situasi aman dan nyaman, yaitu rumah, sarana dan peluang usaha dagang, pendapatan, jaminan dan sebagainya. Dengan kata lain, bantuan ini belum kepada sasaran orang miskin sebenar-benarnya warga yang tidak dan atau belum berdaya, belum mempunyai kemampuan dan kemandirian. 

Keluarga Mulyadi merupakan salah satu warga yang masuk dalam data warga miskin (hasil Pemetaan Swadaya atau PS2) yang dilakukan oleh Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) Maju Bersama Kelurahan Sukarami. Keluarga ini oleh BKM menjadi salah satu warga prioritas calon penerima manfaat (pemanfaat) program melalui BLM tahun 2012, berupa rehab rumah. Bersama Ibu Ica, salah seorang warga setempat yang juga pengurus BKM, Tim Fasilitator 03 dari Koorkot Kota Bengkulu PNPM-Mandiri Perkotaan melaksanakan survey penentuan lokasi kegiatan. Survey tersebut juga mengikutsertakan pihak Kecamatan dan Kelurahan. 

Mengatasi Masalah Kemiskinan Membutuhkan Dukungan Dari Banyak Pihak Mengatasi Masalah Kemiskinan Membutuhkan Dukungan Banyak Pihak
Saat melaksanakan survey rumah di RT 19 itulah terlihat sesosok badan kurus layaknya kulit membalut tulang tergeletak ditutupi kain sarung. Tubuh yang tergeletak di atas tikar tersebut yaitu Nurbaiti, 32 tahun istri Mulyadi. Informasi dari beberapa warga yang juga ikut hadir dalam survey itu, Nurbaiti sudah hampir 5 bulan sakit dan tidak sanggup berdiri. Warga berasumsi dia menderita malaria dan thypus. Sekujur tangan terlihat melepuh. Menurut Mulyadi, selama sakit itu Mulyadi telah menjual sejumlah harta benda, termasuk sepeda motor yang biasa dipakai sebagai transportasi untuk bekerja sebagai buruh kebun milik pengusaha di tempat Bengkulu Tengah. Kesialan memang sedang menghinggapi keluarga itu. Pada ketika istrinya sedang sakit, Mulyadi diberhentikan sepihak oleh pemilik kebun tanpa alasan yang jelas. Alhasil, selama lebih kurang 5 bulan tidak ada biaya untuk membawa istrinya berobat. 

Sejumlah warga yang prihatin dengan keadaan keluarga itu pernah membantu untuk mengurus surat-surat dan manajemen lainnya untuk pengobatan gratis (saat ini pemkot Bengkulu sedang melaksanakan jadwal Jamkeskot dan Jamkesda). Namun lantaran ketidakjelasan informasi, birokrasi yang terlalu rumit dan berliku-liku serta rekomendasi-rekomendasi yang tidak terperinci dari pihak-pihak yang berkaitan mengakibatkan warga menjadi patah arang, dan karenanya pasrah.

Pada momen tersebut pihak Fasilitator menyayangkan perhatian Ketua RT maupun Kelurahan dan Kecamatan yang selama lebih 5 bulan tidak melaksanakan rencana tindak lanjut apalagi sesudah warga pernah melaporkan insiden itu. Saat dimintai pertimbangan dan tindakan selanjutnya pun dari Kecamatan dan Kelurahan bimbang dan bingung. Melihat situasi itu, Tim Fasilitator kemudian berinisiatif untuk menghubungi beberapa pengurus BKM dampingan dari Kelurahan lain untuk bisa membawa Nurbaiti ke Puskesmas atau Rumah Sakit terdekat. Salah seorang pengurus BKM dari kelurahan lain yang kebetulan aktif di sebuah partai politik di Kota Bengkulu segera menyambut baik seruan itu dan akan segera mengirimkan transportasi yang ketika itu menjadi kendaraan dinas untuk acara sosial partai tempat dia beraktifitas.

Mendengar bahwa ada pengurus partai tertentu yang akan membantu, perwakilan Kecamatan-Kelurahan serta merta mengajukan diri untuk membantu dan menyarankan untuk membatalkan fasilitas dari BKM lain (kemungkinan tendensi politik sangat terasa, lantaran ketika ini merupakan masa pendekatan massa menjelang Pemilihan Kepala Daerah Kota Bengkulu ). Akhirnya disepakati bahwa pihak Kecamatan dan Kelurahan akan menyediakan transportasi untuk membawa Nurbaiti ke RSUD M.Yunus.

Pada karenanya Nurbaiti dibawa keesokan harinya memakai kendaraan beroda empat dinas Kecamatan dan pribadi mendapat perawatan medis. Berdasarkan hasil investigasi darah, Nurbaiti ternyata menderita TB Akut Stadium Akhir, yang oleh tim medis menyatakan sulit memastikan apakah si penderita bisa sembuh atau tidak, lantaran menurut kasus-kasus sebelumnya para pasien penderita penyakit itu tidak tertolong. Ini disebabkan oleh keterlambatan tindakan penanganan.

Selama di RSUD kebutuhan Nurbaiti dan keluarga, termasuk anak-anaknya yang masih kecil disediakan oleh Tim Fasilitator secara swadaya. Sangat disayangkan belum ada respon dan tindak lanjut dari abdnegara Kelurahan dan Kecamatan untuk memenuhi kebutuhan keluarga tersebut. Pada ketika yang bersamaan, mengingat keadaan swadaya yang terbatas Tim Fasilitator berkoordinasi dengan pihak Koorkot untuk sanggup mempertimbangkan menghubungi beberapa tokoh masyarakat maupun pejabat tempat semoga sanggup membantu keluarga Mulyadi. 

Kasus Mulyadi memang bukan yang terburuk yang pernah ada terkait kemiskinan. Sebelumnya di tempat Kelurahan Betungan, dengan insiden yang hampir sama warga miskin penderita penyakit karenanya meninggal. Hal-hal yang lebih pahit mungkin malah menjadi dinamika sehari-hari di tempat lain. Namun yang menjadi problem adalah, seberapa besar perhatian masyarakat secara umum mengenai hal ini, terutama lembaga-lembaga dan instansi-instansi pemerintah. Seberapa luas informasi yang beredar, seberapa banyak respon yang didapat,dan seberapa banyak orang-orang yang benar-benar peduli dan memperlihatkan bukti konkret bahwa mereka memang membantu. Kenyataannya yaitu bahwa kemiskinan dan masyarakat miskin dijadikan sebagai alat dan kepentingan tertentu. Tentu saja ini menjadi ironis, mengingat program-program pro-rakyat dan pro-kemiskinan yang menjadi jargon politik tidak sebenar-benarnya menyentuh masyarakat miskin yang notabene yaitu basis bunyi mereka di peta politik baik lokal maupun nasional. 

Bagi Tim Fasilitator 03, insiden ini merupakan penggalan dari dinamika pemberdayaan masyarakat itu sendiri.Namun demikian, perhatian dan pertolongan bagi masyarakat kurang bisa masih terbuka dari orang-orang atau kelompok yang memang peduli dan nrimo membantu, lantaran intinya Penanggulangan Kemiskinan Membutuhkan Dukungan dan Partisipasi Banyak Pihak.


Disampaikan sebagai Best Practice Tim 03 dalam Rakor Faskel 23 April 2012