Showing posts sorted by relevance for query industri-kreatif-harus-mengenali-arah. Sort by date Show all posts
Showing posts sorted by relevance for query industri-kreatif-harus-mengenali-arah. Sort by date Show all posts

Friday, April 13, 2012

Cara Mengenali Arah Dan Tujuan Dari Industri Kreatif

Cara  Mengenali Arah dan Tujuan Dari Industri Kreatif. Di dikala ini, Industri Kreatif Harus Mengenali Arah dan Tujuannya.Industri kreatif merupakan salah satu industri yang potensial yang sanggup mendorong laju pertumbuhan ekonomi kreatif.


Ekonomi kreatif dikala ini selalu ramai didengung-dengungkan, terutama sesudah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan pentingnya pengembangan ekonomi ini bagi masa depan ekonomi Indonesia. Pencanangan tersebut dilakukan sesudah lebih dari dua tahun diperkenalkan konsep ekonomi kreatif dan banyak sekali kegiatan, diskusi, serta studi hingga diluncurkannya Cetak Biru Ekonomi Kreatif, sehingga 2009 ditetapkan sebagai tahun Indonesia Kreatif. 

Blueprint atau cetak biru tersebut berisi bagaimana ekonomi kreatif bekerja, serta presentasi konsep "triple helix" untuk pondasi pilar ekonomi kreatif. Inti dasar konsep tersebut yaitu sinergi antara pemerintah, kaum perjuangan dan kaum intelektual yang menyangkut pengembangan ekonomi kreatif. Hal ini dengan tujuan untuk memberdayakan usaha kecil semoga menjadi sektor yang bisa bertahan di kala ekonomi global.

Sumbangan industri ekonomi kreatif menyerupai seni, musik, fesyen, dan periklanan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia terus meningkat. Selain itu masih ada belahan dari pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk meningkatkan terus industri ekonomi kreatif termasuk tunjangan atas Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI). Ini sangat disokong oleh daya tahan sektor wirausaha dalam menghadapi imbas perkembangan informasi ekonomi global.


Pasalnya industri ini merupakan hasil dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta talenta individu untuk membuat kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu. Dan tentu saja hal ini membutuhkan ide kreatif dan strategi bisnis yang matang dan terkonsentrasi.


Industri ekonomi kreatif merupakan basis dari huruf dan simbol kehadiran Bangsa Indonesia di tengah pergaulan antar bangsa-bangsa di dunia.





Dengan memperkuat struktur industri berbasis tradisi dan budaya, kekayaan intelektual dan warisan budaya bangsa sanggup dilestarikan sebagai sumber wangsit untuk menghasilkan produk-produk inovatif gres bernilai tambah dan berdaya saing tinggi dan umumnya berskala kecil menengah menyerupai industri rumah tangga terutama bagi penggiat UKM

Data Kamar Dagang dan Industri (Kadin) 2007 menyebutkan, dalam sepuluh tahun terakhir bisnis industri berbasis tradisi dan budaya meningkat pesat. Di daerah Asia Timur volume bisnis meningkat dari 0,944 miliar dolar AS pada 1993 menjadi 2,159 miliar dolar pada 2005.

Sementara itu Eric Santosa, Ketua Kelompok Kajian Ekonomi Kreatif, Universitas Atma Jaya menilai dikala ini ekonomi kreatif di Indonesia masih kurang gaungnya. Meskipun pemerintah sudah mulai memperkenalkan Cetak Biru Ekonomi Kreatif melalui Konvensi Pekan Produk Budaya Indonesia (PPBI) 2008.

"Hal yang sederhana saja, masyarakat dikala ini susah untuk mengakses perihal ekonomi kreatif, ketidaktahuan masyarakat dalam mengakses perihal informasi ini alhasil menyebabkan kebingungan," ungkapnya

Dapat dikatakan implementasi untuk ekonomi kreatif tidak terperinci arahnya, kata Eric seraya menambahkan, padahal sudah satu triwulan industri ekonomi kreatif dicanangkan pemerintah.

Ekonomi kreatif punyai 14 subsektor industri yakni periklanan, arsitektur, pasar seni dan barang antik, kerajinan, desain, fesyen, video/film/animasi/fotografi, game, musik, seni pertunjukan ("showbiz"), penerbitan/percetakan, perangkat lunak, televisi/radio ("broadcasting") serta riset dan pengembangan.

"Industri kreatif ini boleh dikatakan merupakan industri ekonomi yang potensial untuk dikembangkan. Namun kita belum sanggup menarik laba dari itu, lantaran implementasinya yang kurang terperinci arah serta tujuannya," ujar Eric.

Kurang kejelasan itu terutama dalam pengelolaan industri ekonomi kreatif dari sisi manajemen, serta soal komunikasi dalam membangun jaringan, meskipun dikala ini Jaringan Ekonomi Kreatif Indonesia (JEKI) sudah ada.

JEKI dianggapnya tidak berjalan dengan baik hal ini disebabkan sosialisasi untuk pengembangan jaringan yang kurang. Selain itu pemerintah kabupaten dan kota perlu mendukung secara penuh dalam pengembangan industri ekonomi kreatif kepada para pelaku bisnis dan kaum intelektual.

Ketua Kelompok Kajian Ekonomi Kreatif ini mengharapkan tugas pemda yang besar, lantaran daerahlah yang mengerti kondisi budaya masing-masing untuk dikembangkan.

Diharapkan pemerintah melaksanakan pengembangan pusat ekonomi kreatif di Indonesia, di luar Yogyakarta, Bali dan Bandung.

"Karena Indonesia mempunyai potensi industri ekonomi kreatif terutama di daerah-daerah lainnya," ujar Eric.

Perlu pula konsistensi pihak pemerintah dan keseriusan dalam mengembangkannya dalam bentuk jaringan informasi, sehingga para pelaku industri ekonomi kreatif sanggup mengaksesnya.

Selain itu perlu banyak melaksanakan program yang membangkitkan industri ekonomi kreatif dan bukan sekedar program festival atau diskusi yang dilakukan hanya satu tahun sekali.

Eric menjelaskan, peranan pemda hendaknya membantu pihak Usaha Kecil Menengah (UKM) terutama dalam hal memasarkan produk, pembiayaan dan administrasi perusahaan.

Industri ekonomi kreatif yang paling menyentuh ke masyarakat kebanyakan yaitu UKM dan menurutnya dikala ini pengelolaannya belum profesional.

Pasalnya industri ekonomi kreatif merupakan basis dari huruf dan identitas bangsa. Dengan memperkuat struktur industri berbasis tradisi dan budaya, kekayaan intelektual dan warisan budaya bangsa sanggup dilestarikan sebagai sumber wangsit untuk menghasilkan produk-produk inovatif gres bernilai tambah dan berdaya saing tinggi.

Ia mencontohkan, produk kreatif menyerupai di daerah wisata candi Borobudur dikala ini harganya sangat rendah, padahal kualitasnya bagus.

Para perajin dengan skala kecil kebanyakan menghitung harga jual hanya berdasarkan biaya produksi materi baku dan belum berdasarkan nilai seni tradisional.

Peminat produk dalam negeri untuk kerajinan tradisional sangat minim, tetapi justru dari luar negeri yang banyak. "Selain itu para perajin kita, kebanyakan belum sanggup membaca harapan pasar dalam memproduksi barang-barang kerajinan, hal inilah yang menghambat pemasaran produk," tandasnya.

Pekerjan rumah lain untuk pengembangan ekonomi jenis ini, Eric menyampaikan yaitu perihal HaKI, lantaran dari produk kerajinan tradisional belum mengetahui terperinci asal-usul penciptanya, termasuk untuk seni kontemporer.

Hal ini disebabkan produk ekonomi kreatif yang ada di Indonesia kebanyakan produk komunitas. Padahal, berdasarkan Eric untuk legalisasi Haki tidaklah mudah, lantaran tidak sanggup menerapkan sistem HaKI yang berlaku di Amerika dan Eropa.

Untuk itu perlunya ditingkatkan kerjasama dan koordinasi 12 Departemen yakni Departemen Perindustrian, Perdagangan, Kebudayaan dan Pariwisata, Kementerian Negara Ristek, BUMN, Dalam Negeri, Luar Negeri, Hukum dan HAM, Diknas, Kominfo, Koperasi dan UKM serta Menko Kesra guna mencapai arah dan tujuan industri kreatif tersebut. 


(dikutip dari artikel Susylo Malsayah di sentraukm)